ORANG INDONESIA MANUT ORANG BARAT, EH MALAH SALAH URAT
Orang
timur mencari dirinya sendiri tak kunjung bertemu. Di Indonesia. Sungai yang
panjang disusuri mereka sampai terkena gatal, jamur, kadas, kurap. Pendidikan lagi
pendidikan lagi. Dikit-dikit menurut orang berkulit putih begini dan begini.
Berangkat
dari sumber mata air sendiri. Jernih dan melimpah tidak disadari. Orang-orang
timur malah sibuk ke muara. Entah apa yang dicari. Jangan-jangan hanya sebuah
teori yang tidak sesuai yang malah membuat mereka pegal-pegal, linu, dan salah
urat.
Ibarat
orang jawa timur yang suka pedas pergi ke Jogja untuk mencari makanan. Muluk-muluk
berkata tentang manisnya masakan gudeg. Ibu-ibu pasti banyak yang awalnya
kepincut tapi ketika di makan malah komentar “Peh.. Legi ne rek”. Ini tidak
relevan dengan lidah mereka.
Pendidikan
menjadi bahasan yang panas di bangku perkuliahan. Saking idealisnya, banyak
mahasiswa yang rajin ke perpustakan memikul buku ukuran jumbo. Namun sedihnya,
mereka membincangkan hal yang bukan dirinya.
Orang
barat. Hanya karena definisi. Atau karena sensasi. Mahasiswa-mahasiswa merasa
lebih manteb dengan buku-buku itu. Seringkali buku-buku itu jadi panutannya. Mbelgedhessss..
kenapa buku-buku itu lagi.
Lupa
memang lupa. Orang timur hilang timurnya. Orang timur lupa tentang sejarah
pendidikannya. Konsep pendidikan Nusantara yang dulu berjaya kini hanya dibahas
disamping rumah kedap suara. Ah menyebalkan. Yang katanya kearifan lokal malah
dihanyutkan.
Ooo..
mungkin karena kepincut dengan kecanggihan, kemajuan, dan kekuatan barat. Terus
orang timur ingin ikut-ikutan. Sungguh menawan
orang barat. Kami ingin berguru padamu. Mungkin seperti itu yang orang
Indonesia harapkan.
Tapi
apalah daya. Mengingat karakter timur dan barat sangat jauh berbeda. Secara budaya,
geografis, dan lain-lain banyak yang berbeda. Orang barat suka debat soal ilmu.
Teorimu jatuh karena teoriku. Teoriku jatuh karena teorinya. Tidak ada habisnya
saling menjatuhkan.
Berbeda
dengan orang timur. Menyikapi perbedaan dengan adem ayem. Sehingga banyak yang
mengatakan bangsa ini bangsa yang hebat karena toleransinya. Tapi. Kata-kata
itu untuk orang-orang zaman dulu. Zaman sekarang beda lagi. Lah wong orang sini
banyak yang kisruh. Belum sempet bikin teori dan bikin bom sudah banyak yang
sok-sok an perang.
Di
timur banyak sekali petasan dihari raya untuk keindahan. Dengan bahan yang
sama, di barat banyak sekali bom berjatuhan. Hah miris. Bangsa ini tidak
kekurangan sejarah gemilang. Pendidikan yang hebat ada disini. Konsep
pendidikan pondok pesantren, Tamansiswa, padepokan, dan masih banyak lainnya
harusnya dilihat dan dirujuk kembali.
Adakah
mahasiswa tahu konsep pendidikan dari Kiai asal Lirboyo kediri “... rupane limpad lubo sobar ono sangune
lan piwulange guru lan sing suwe mangsane..”. yang manakala dirujuk, pasti
tidak kalah dengan definisi-definisi konsep pendidikan dari barat. Sebuah teori
legendaris untuk mencari ilmu yang harusnya jadi maestro.
Belajar
dengan orang barat memang kadang lebih mudah karena banyak penelitian, jurnal,
textbook, berita yang ditulis secara detail, sistematis, dan mudah di akses. Namun
jika diteruskan, bangsa Indonesia akan kehilangan jati dirinya. Bangsa ini mau
jadi apa?
Maka
bangsa ini akan mengenal jatidirinya jika generasi-generasi muda sampai yang
tua ada yang berkenan meneliti hal-hal yang berbau kemenyan, mantra, dukun
bayi, pusaka, tiron, gamelan, makanan-makanan tadisional yang dikaitkan dengan
ilmu-ilmu yang ada dikampus seperti ilmu kedokteran, fisika, biologi, kimia dan
lainnya. Syukur-syukur ada penemuan berjudul “PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SANTET
BERBASIS ANDROID”. Bwakakakakaka....
Cintai
bangsamu!
Yogyakarta,
10 April 2018
S.
FAHMI BASTIAN
pertamax gan... save dulu, nanti baru baca
BalasHapussiap ndann...
BalasHapus