Bahwa, penulis adalah manusia yang sedang belajar, sama seperti kalian yang terus-menerus melakukan pencarian pengetahuan dalam hiruk pikuk kehidupan. Tidak ada yang bisa memberi ilmu kecuali Tuhan dan mohon maaf jika ada yang kurang pas.
Melihat keadaan zaman yang semakin instan, manusianya pun semakin malas dalam menjalani proses. Yaa.. proses apapun.
Bahkan dalam beberapa kasus, ketika melihat sebuah fenomena, orang-orang selalu terburu-buru membuat konklusi. Ketika membaca judul berita di koran, langsung saja menyimpulkan, padahal belum dibaca terkait esensi-esensi berita tersebut.
Agar nggak muluk-muluk, saya ingin sedikit bercerita tentang obrolan renyah yang terjadi di warung kopi sebagai gambaran.
Waktu itu, ada seorang mahasiswa yang lagi stres. Si Mbah penjaga warung bertanya
"Le.. sampean stres mikir opo toh?" Lalu
mahasiswa menjawab
"Kulo stres mikir skripsi Mbah, susah banget sinau Matematika".
"Matematika kui kan cuma tambah, kurang, bagi, kali. Ngganggo kalkulator kan beres, susah e Ning Endi toh le..?" Penjaga warung bertanya lagi.
"Mboten cuma Niku Mbah, matematika niku LOGIKA" Jawab si mahasiswa.
Lantas mbahnya jadi bingung apa itu logika hmmmmm.. akhirnya mahasiswa tsb mencoba memberi contoh kepada penjaga warung.
"Logika iku gini Mbah, tak kasih contoh, itu di warung kok ada akuarium Mbah, berati sampean penyayang binatang nggih?"
Iya Lee.. (jawab si Mbah)
"Berati dirumah sampean juga ada hewan peliharaan lainne Mbah?" (tanya mahasiswa)
"Iya Lee bener" (jawab si Mbah)
"Kalau gitu berati sampean itu orangnya juga menyayangi manusia ya Mbah? Kalau lihat seumuran sampean kayaknya sampean sudah punya anak to Mbah?"
"Punya Lee"
"Kalau punya anak berati sampean juga punya istri kan Mbah?"
"Iya pasti punya lee"
"Kalau punya istri,. Berati sampean bukan homo ya Mbah?"
"Ya bukan Lee"
"Nah ya itu Mbah yang namanya logika"
"Oalah Iyo Iyo ngerti aku Lee"
Dari akuarium saja bisa membawa kesimpulan bahwa mbahnya tadi bukan seorang homo. Wkwkw
Setelah bicang-bincang, mahasiswa itu pamit pergi. Kemudian si penjaga warung tadi dihampiri langganannya yang lain, lalu bertanya
"Mbah tadi ngobrolin apa e kok kayaknya asik banget?"
"Tadi ngobrolin tentang LOGIKA mas" penjaga warung menjawab.
"Logika kui opo to Mbah ?" Langganannya bertanya.
"Aku Yo bingung asline mas, tapi contoh e ngene, sampean di rumah punya akuarium Ndak mas?"
"Mboten punya Mbah"
"Ohh berati sampean homo mas"
Wakakakakka...
Jadi itulah bedanya. Dimana runtut dalam berfikir itu sangat lah penting. Karena, kerangka berfikir yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula.
Dan itulah yang terjadi di Indonesia, dimana banyak orang hanya melihat ujung pangkal satu dan ujung pangkal lainnya. Sehingga tidak dikupas secara rinci proses yang ada di dalam sebuah permasalahan.
Akhirnya gontok-gontokan terjadi. Yahh gitulah.. di matematika atau di fisika kita secara tidak sadar diajari runtut dalam berfikir. Itu adalah hal yang masuk akal jika kita menjadikannya sebuah kebiasaan dalam berfikir kompleks. Saat menurunkan persamaan fisika, step by step harus runtut dan logis. Cobalah kita mulai, jangan terlalu cepat menyimpulkan sebuah permasalahan. Kupas sedikit demi sedikit. Jreng jreng.. sekian.
Fahmi Bastian
Kulon Progo
20 Juli 2018
Melihat keadaan zaman yang semakin instan, manusianya pun semakin malas dalam menjalani proses. Yaa.. proses apapun.
Bahkan dalam beberapa kasus, ketika melihat sebuah fenomena, orang-orang selalu terburu-buru membuat konklusi. Ketika membaca judul berita di koran, langsung saja menyimpulkan, padahal belum dibaca terkait esensi-esensi berita tersebut.
Agar nggak muluk-muluk, saya ingin sedikit bercerita tentang obrolan renyah yang terjadi di warung kopi sebagai gambaran.
Waktu itu, ada seorang mahasiswa yang lagi stres. Si Mbah penjaga warung bertanya
"Le.. sampean stres mikir opo toh?" Lalu
mahasiswa menjawab
"Kulo stres mikir skripsi Mbah, susah banget sinau Matematika".
"Matematika kui kan cuma tambah, kurang, bagi, kali. Ngganggo kalkulator kan beres, susah e Ning Endi toh le..?" Penjaga warung bertanya lagi.
"Mboten cuma Niku Mbah, matematika niku LOGIKA" Jawab si mahasiswa.
Lantas mbahnya jadi bingung apa itu logika hmmmmm.. akhirnya mahasiswa tsb mencoba memberi contoh kepada penjaga warung.
"Logika iku gini Mbah, tak kasih contoh, itu di warung kok ada akuarium Mbah, berati sampean penyayang binatang nggih?"
Iya Lee.. (jawab si Mbah)
"Berati dirumah sampean juga ada hewan peliharaan lainne Mbah?" (tanya mahasiswa)
"Iya Lee bener" (jawab si Mbah)
"Kalau gitu berati sampean itu orangnya juga menyayangi manusia ya Mbah? Kalau lihat seumuran sampean kayaknya sampean sudah punya anak to Mbah?"
"Punya Lee"
"Kalau punya anak berati sampean juga punya istri kan Mbah?"
"Iya pasti punya lee"
"Kalau punya istri,. Berati sampean bukan homo ya Mbah?"
"Ya bukan Lee"
"Nah ya itu Mbah yang namanya logika"
"Oalah Iyo Iyo ngerti aku Lee"
Dari akuarium saja bisa membawa kesimpulan bahwa mbahnya tadi bukan seorang homo. Wkwkw
Setelah bicang-bincang, mahasiswa itu pamit pergi. Kemudian si penjaga warung tadi dihampiri langganannya yang lain, lalu bertanya
"Mbah tadi ngobrolin apa e kok kayaknya asik banget?"
"Tadi ngobrolin tentang LOGIKA mas" penjaga warung menjawab.
"Logika kui opo to Mbah ?" Langganannya bertanya.
"Aku Yo bingung asline mas, tapi contoh e ngene, sampean di rumah punya akuarium Ndak mas?"
"Mboten punya Mbah"
"Ohh berati sampean homo mas"
Wakakakakka...
Jadi itulah bedanya. Dimana runtut dalam berfikir itu sangat lah penting. Karena, kerangka berfikir yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula.
Dan itulah yang terjadi di Indonesia, dimana banyak orang hanya melihat ujung pangkal satu dan ujung pangkal lainnya. Sehingga tidak dikupas secara rinci proses yang ada di dalam sebuah permasalahan.
Akhirnya gontok-gontokan terjadi. Yahh gitulah.. di matematika atau di fisika kita secara tidak sadar diajari runtut dalam berfikir. Itu adalah hal yang masuk akal jika kita menjadikannya sebuah kebiasaan dalam berfikir kompleks. Saat menurunkan persamaan fisika, step by step harus runtut dan logis. Cobalah kita mulai, jangan terlalu cepat menyimpulkan sebuah permasalahan. Kupas sedikit demi sedikit. Jreng jreng.. sekian.
Fahmi Bastian
Kulon Progo
20 Juli 2018
Komentar
Posting Komentar