Saya melihat seseorang yang aneh. Bagimu mungkin biasa saja.
Ahh.. dia itu kayak gitu memang dari sananya. Dia jadi luar biasa juga sudah
rejekinya. Apakah tidak ada pernyataan yang lebih asik untuk jadi alasan untuk pasang
telinga.
Dia duduk sembari memegang keningnya. Meskipun secangkir
kopi didepannya sudah siap diminum, lantas kenapa dia biarkan begitu saja. Ternyata
dia berfikir tentang kesulitannya dalam kesehariaanya. Merasa bodoh dalam hidupnya
karena beberapa hal tidak mampu diselesaikan dengan baik.
Lagi-lagi dia mengelus-elus keningnya. Entah kenapa, waktu
itu, angin cukup kencang menampar pipinya. Sampai-sampai otak panasnya perlahan
mulai menjadi dingin. Apakah itu saat yang tepat untuk minum kopi? Aku takut
kopi ku jadi dingin. Mulailah dia menyeruput kopinya, hmmmm.. tidak seperti
yang dia harapkan. Ternyata tidak seenak yang diharapkan.
Dia mulai merasa rindu berkumpul dengan teman-temannya di
negeri asalnya. Kopi lokal yang katanya mampu menusuk sukma manusia, sudah lama
tidak dicicipinya. Dia bertanya-tanya, kenapa aku bisa sejauh ini dari rumah? Karena
dia sedang gabut buat mikirin rutinitasnya. Dia sok-sok an menganalisis hal-hal
yang tidak penting. kenapa dirinya bisa di tempat yang jauh itu.tidak ada
urgensinya tapi ada gunanya (mungkin). Mulailah dia memikirkan topik remeh itu.
Karena dari dulu dia bergelut dengan kajian eksak, sains dan
teknologi, terlebih matematika dan fisika yang merekonstruksi cara berfikirnya
menjadi cara berfikir yang runtut dan logis, kini dia benar-benar mencari titik
awal yang sebenarnya. Kenapa dia jauh dari rumahnya? Pertama dia pasti punya
titik awal saat dia pertama kali melangkah. Lalu dia menghabiskan waktunya
untuk melakukan perjalanan dan petualangannya. Yahhh memikirkan hal-hal ringan
seperti itu asik kalau dilakukan sambil ngopi.. srupuurrtttss...
Kemanapun perginya, menyeberang pulau sekalipun, semuanya
diawali dengan satu langkah kala dia masih berada di depan pintu rumah. Oke ini
adalah teori dasarnya. Dia pun tersenyum.. Akhirnya dia dapat sejenak beristirahat
dari rutinitasnya. Kasihan sekali, hanya dialektika di otaknya saja yang
menemani bercerita.
Lantas, bagaimana orang-orang luar biasa seperti Einstein,
Bill gates, Bj Habibi? Dia rasa orang-orang itu juga punya titik awal. Sebelum dikenal
sebagai orang jenius, dia yakin dan menggumam.. pasti orang-orang jenius itu
dulu juga tidak tahu apa-apa. Titik awal mereka pasti “No Idea”. Tidak mungkin
kan kalau habis lahir langsung jenius.
Kembali titik awal, kebodohan adalah “titik awal”, menurutnya.
Kebodohan adalah langkah saat didepan pintu rumah itu. Selanjutnya akan banyak
petualangan yang besar. Hingga berbenturan dengan rutinitas. Dimana-mana ada
masalah menghantam kepalanya. Bagaiamana dengan diriku? Dia bertanya pada
dirinya sendiri. Sehingga bagian lain dari dirinya mencoba untuk bercerita
kepada bagian-bagian yang lain. Bahwa segala kesulitan adalah bagian dari
perjalanannya.
Ahhh.. goblok kamu. Sudah,, dia tidak takut lagi dengan
anggapan bodoh itu. Dia bekerja keras dalam hidupnya hingga sampai kepada
tujuannya. Meskipun diawal dia selalu dihina disetiap perjalanannya. Dia menikmati
perasaan hina itu. Memang saya bodoh..! tapi saya tidak akan menyerah! Dia teringat
kata-kata dosennya, bahwa orang yang paling mengerikan dan ditakuti itu
bukanlah yang kuat dan selalu menang di perkelahian, lantas apa kisana??? Orang
yang mengerikan adalah orang yang tidak mau menyerah meskipun dia babak belur
saat baku hantam.
Sudah cukup lama menyendiri disebuah meja. Berdialektika dengan
gagasan-gagasannya sendiri, hingga dia lupa akan kopi didepannya itu. Terlalu asik
berjalan-jalan dalam kegoblokannya itu. Dia kini bergegas menghabiskan kopinya
itu dan mulai berpetualang dengan kesadaran bahwa kebodohan adalah sebuah titik
awal semua orang. Namun ada dua jalan yang bisa dipilih, yaitu menyerah atau
melakukan perlawanan..
Hat yai, 23 februari 2019
Fahmi Bastian
Komentar
Posting Komentar