Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2018

ESAI: LOGIKA, FISIKA, DAN PENGURIPAN - Fahmi Bastian

Bahwa, penulis adalah manusia yang sedang belajar, sama seperti kalian yang terus-menerus melakukan pencarian pengetahuan dalam hiruk pikuk kehidupan. Tidak ada yang bisa memberi ilmu kecuali Tuhan dan mohon maaf jika ada yang kurang pas. Melihat keadaan zaman yang semakin instan, manusianya pun semakin malas dalam menjalani proses. Yaa.. proses apapun. Bahkan dalam beberapa kasus, ketika melihat sebuah fenomena, orang-orang selalu terburu-buru membuat konklusi. Ketika membaca judul berita di koran, langsung saja menyimpulkan, padahal belum dibaca terkait esensi-esensi berita tersebut. Agar nggak muluk-muluk, saya ingin sedikit bercerita tentang obrolan renyah yang terjadi di warung kopi sebagai gambaran. Waktu itu, ada seorang mahasiswa yang lagi stres. Si Mbah penjaga warung bertanya "Le.. sampean stres mikir opo toh?" Lalu mahasiswa menjawab "Kulo stres mikir skripsi Mbah, susah banget sinau Matematika". "Matematika kui kan cuma tambah, kurang, ...

ESAI: DEMI SEKOLAH YANG LEBIH MURAH, ORANG KAYA RELA DI CAP MLARAT - Fahmi Bastian

DEMI SEKOLAH YANG LEBIH MURAH, ORANG KAYA RELA DI CAP MLARAT Pendidikan semakin hari kok semakin memprihatinkan. Entah apa karena mahalnya biaya sekolah, atau mungkin karena susahnya diterima di sekolah favorit. Hmmmmhh Orang tua siswa tak malu dengan terang-terangan pergi ke balai desa. Dengan mengendarai mobil keluaran terbaru super klimis, mereka minta SKTM (surat keterangan tidak mampu). Sebagian orang menyebutnya SK (surat kere). Hmmmm Usut punya usut, mereka meminta surat tersebut untuk mendaftarkan anaknya masuk sekolah. Eaaalaahhh.. lah kalau seumpama jadi miskin beneran mau apa? Yang pertama, mungkin kebanyakan orang tua melakukannya agar anaknya mendapat beasiswa tidak mampu. Yang kedua, mungkin agar anaknya yang kalah secara prestasi bisa masuk ke sekolah favorit. Karena setahu saya, sekolah favorit mendapat ketentuan untuk komposisi peserta didik mensyaratkan sekitar 20% peserta didik harus berasal dari keluarga tidak mampu. Apalah daya, sekarang malah disalahka...

TUHAN TAK MUNGKIN KETLISUT

TUHAN TAK MUNGKIN KETLISUT Dinamis memang. Segalanya mengalami perubahan karena pengaruh lingkungan. Masyarakat di gunung, di pesisir, di desa, di kota menjalani gaya hidupnya masing-masing. Mungkin saja, akan terlihat aneh jika ada orang pantai yang mencoba hidup di gunung. Begitu juga sebaliknya. Orang gunung bingung bagaimana susahnya mencari makanan di lautan. Orang pesisir pun bingung susahnya mengolah kebun di gunung. Atmosfer masyarakat tadi berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan salah anggapan sebagian orang. Kenapa salah anggapan, karena tidak tahu ilmunya. Dalam bergerak saja, orang gunung tidak sama dengan orang pantai. Mungkin jika mereka saling mengamati, mereka juga akan saling menyimpulkan bahwa orang-orang itu sangat aneh. Kok ada orang yang kayak gini dan kayak gitu hmmmmhh. Andai kita berposisi sebagai orang yang serba lengkap akan teknologi, pergi ke desa atau ke pedalaman, pasti kita berfikir bahwa orang-orang desa itu dalam masalah, dalam kesusahan, belum maju...